Sabtu, 04 Mei 2013


Postingan 10


Judul               : Tinjauan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Mobile Banking PT BCA di Kantor Cabang Pati
Pengarang       : Suprihono, SH
Sumber            :



PEMBAHASAN
C. ASPEK – ASPEK PENGAMANAN
Sistem pengamanan terhadap komunikasi elektronik, harus dapat memberikan perlindungan terhadap hal – hal sebagai berikut:
• Pengubahan, penambahan atau perusakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap data dan informasi, baik selama dalam penyimpanan maupun selama proses transmisi oleh pengirim kepada penerima; dan
• Perbuatan pihak yang tidak bertanggung jawabyang berusaha untuk dapat memperoleh informasi yang dirahasiakan, baik diperoleh langsung dari penyimpanannya maupun ketika ditransmisikan oleh
pengirim kepada penerima ( upaya penyadapan ). Berhubung dengan itu, sistem pengamanan komunikasi elektronik harus mengakomodasi kebutuhan – kebutuhan pengamanan yang berkaitan dengan aspek – aspek:
1. confidentialy
2. integrity
3. authorization
4. availability
5. authenticity
6. non – repudiability of Origin / non- repudiation
7. auditability
Masing – masing aspek tersebut diatas adalah sebagaimana dijelaskan dibawah ini:

1. confidentiality
Confidentiality menyangkut kerahasiaan dari data dan atau informasi, dan perlindungan bagi informasi tersebut terhadap pihak yang tidak berwenang. Informasi seharusnya dilindungi terhadap pihak luar yang tidak berwenang, terhadap hackers, dan terhadap intersepsi atau gangguan selama transmisi melalui jaringan komunikasi sedang berlangsung. Caranya adalah dengan membuat informasi itu “ tidak dapat dipahami “, isi dari informasi itu harus ditransformasikan sedemikian rupa sehingga informasi itu tidak dapat dipahami ( tidak decipherable ) oleh siapapun yang tidak mengetahui prosedur dari proses transformasi itu. Untuk E – Commerce, confidentiality sangat penting untuk melindungi misalnya data keuangan suatu organisasi atau perusahaan, informasi menyangkut product development, dan berbagai jenis informasi rahasia lainnya terhadap pihak – pihak yang tidak berwenang atau terhadap pihak siapa rahasia itu ingin dirahasiakan. Bagi bank misalnya data mengenai simpanan nasabah pada bank tersebut harus dapat dirahasiakan sebagaimana hal itu diwajibkan oleh undang – undang. Dalam dunia E – Commerce, informasi yang dikaitkan dengan waktu, kerahasiaan dari informasi itu sangat penting. Daftar harga atau laporan penelitian menghendak tingkat kerahasiaan yang sangat tinggi selama suatu jangka waktu tertentu. Rahasia itu perlu dijaga karena menyangkut daya saing perusahaan tersebut terhadap para pesaingnya. Setelah jangka waktu tersebut, informasi tersebut boleh diperoleh secara bebas karena tidak perlu lagi dirahasiakan. Terjadinya kebocoran terhadap suatu informasi yang dipercayakan oleh pihak lain tidak mustahil dapat menimbulkan tuntutan ganti rugi dari pihak yang dipercayakan informasi itu kepada kita. Pembocoran rahasia perusahaan oleh orang dalam dapat mengakibatkan hancurnya daya saing perusahaan tersebut, yang lebih lanjut dapat menimbulkan kerugian finansial yang sangat besar.

2. Integrity
Integrity menyangkut perlindungan data terhadap usaha memodifikasi data itu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik selama data itu disimpan atau selama data itu dikirimkan kepada pihak lain. Sistem pengamanan harus mampu memastikn bahwa pada waktu informasi itu diterima oleh penerima, informasi itu harus muncul sama seperti ketika informasi itu disimpan atau dikirimkan. Sistem pengamanan yang dibangun harus memungkinkan untuk mengetahui apabila terhadap isi yang asli dari informasi yang dikirimkan itu telah terjadi modifikasi, tambahan, atau penghapusan. Sistem tersebut juga harus dapat mencegah “dimainkannya kembali (re-played) informasi itu, misalnya fresh copy dari data tersebut dikirimkan lagi dengan menggunakan otorisasi yang semula dipakai ketika pesan yang sesungguhnya itu dikirimkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu mekanisme yang dapat memastikan kebenaran dari isi pesan yang dikirimkan itu dan untuk dapat memastikan otentikasi atas pembuatan slinan dari pesan tersebut, yaitu otentikasi bahwa salinan itu sesuai dengan aslinya.

3. Authorization
Authorization menyangkut pengawasan terhadap akses kepada informasi tertentu. Transaksi-transaksi tertentu mungkin hanya dapat diakses oleh pihakpihak tertentu saja, sedangkan transaksi-transaksi yang lain tidak. Authorization dimaksudkan untuk membatasi perbuatan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang untuk dapat berbuat sesuatu di dalam lingkungan jaringan informasi itu. Pembatasan tersebut adalah bergantung pada security level dari pihak yang bersangkutan. Pembatasan itu menyangkut sampai sejauh mana pihak yang diberi kewenangan untuk melakukan akses terhadap hal itu diberi wewenang untuk dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. memasukkan data/informasi;
b. membaca data/informasi;
c. memodifikasi, menambah atau menghapus data/informasi;
d. mengekspor atau mengimpor data/informasi;
e. menge-print data/informasi.
Hak-hak istimewa tersebut dapat dikendalikan atau diawasi, baik dilakukan oleh petugas tertentu atau oleh suatu unit tertentu yang ditugasi khusus untuk keperluan tersebut, dengan cara menggunakan Acces Control List (ACL). Acces Control List adalah suatu daftar yang memuat siapa-siapa saja yang
memiliki akses kepada data/informasi tertentu dan tingkat kewenangan dari masing-masing orang atau pejabat tersebut untuk mengakses data itu.

4. Availability
Informasi yang disimpan atau ditransmisikan melalui jaringan komunikasi harus dapat tersedia sewaktu – waktu apabila diperlukan. Sistem perlindungan itu harus dapat mencegah timbulnya sebab – sebab yang dapat menghalangi tersedianya informasi yang diperlukan itu. Kesalahan – kesalahan jaringan ( network errors ), listrik mati ( power out-ages ), kesalahan – kesalahan operasional ( operational errors ), kesalahan – kesalahan yang bersangkutan dengan aplikasi dari piranti lunak yang digunakan ( software application ), masalah – masalah yang menyangkut piranti keras ( hardware problems ), dan virus merupakan beberapa sebab yang dapat membuat informasi yang diperlukan itu menjadi tidak tersedia ketika dibutuhkan ( unavailability of  information ).

5. Authenticity
Authenticity atau authentication menyangkut kemampuan seseorang, organisasi atau komputer untuk membuktikan identitas dari pemilik yang sesungguhnya dari informasi tersebut. Semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus merasa aman dan pasti bahwa komunikasi yang terjadi melalui jaringan di antara pihak – pihak itu adalah benar, yaitu benar bahwa pihak yang berhubungan dengan pihak – pihak yang sesungguhnya diinginkan dan benar mengenai informasi yang dipertukarkan di antara mereka. Apabila suatu pesan diterima, maka penerima harus dapat memverifikasi bahwa pesan itu benar – benar dikirim oleh orang atau pihak yang sesungguhnya. Sebaliknya juga, harus dapat dipastikan bahwa pesan tersebut memang telah dikirimkan kepada dan telah diterima oleh pihak yang
sesungguhnya dituju.

6. Non-Repudiation of Origin
Non- repudiation of Origin atau Non-Repudiability menyangkut perlindungan terhadap suatu pihak yang terlibat dalam suatu transaksi atau kegiatan komunikasi yang di belakang hari pihak tersebut menyanggah bahwa transaksi atau kegiatan tersebut benar terjadi. Sistem Non-Repudiation of Origin atau Non-Repudiability, harus dapat membuktikan kepada pihak ketiga yang independen mengenai originalitas dan mengenai pengiriman data yang dipersoalkan itu. Setelah suatu pesan dikirimkan kepada pihak lain, maka pengirim harus tidak mungkin dapat membantah bahwa dia telah mengirimkan pesan tersebut. Sebaliknya juga, penerima pesan tersebut seharusnya tidak mungkin dapat membantah bahwa yang bersangkutan telah menerima pesan tersebut.

7. Audiatibility
Data tersebut harus dicatat sedemikian rupa bahwa terhadap data itu semua syarat confidentiality dan integrity yang diperlukan telah terpenuhi, yaitu bahwa pengiriman data tersebut telah dienkripsi ( encrypted ) oleh pengirimnya dan telah didekripsi ( decrypted ) oleh penerimanya sebagaimana mestinya.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:1. Agar bisa melakukan proses transaksi m-BCA, sebelumnya nasabah harus melalui proses sebagai berikut:
a. Mempunyai rekening tabungan BCA;
b. Berlangganan Jasa Telekomunikasi selular GSM TELKOMSEL;
c. Telah melakukan registrasi m-BCA

2. Aspek-aspek hukum dalam proses transaksi m-BCA meliputi:
a. Hukum yang berlaku adalah KUHPerdata dan perjanjian-perjanjian yang disetujui oleh para pihak.
b. Para Pihak sebagai Subyek Hukum dalam transaksi m-BCA adalah:
- PT Bank Central Asia (BCA)
- PT Telkomsel
- Nasabah BCA sekaligus Pelanggan Telkomsel
- Pihak Ketiga (Penerima transfer dana dari Nasabah BCA)
c. Dalam transaksi m-BCA, secara serentak berlaku 4 (empat) perjanjian yang melahirkan pula 4 (empat) hubungan hukum, yaitu:
- Perjanjian antara PT BCA dan Nasabah BCA (Pelanggan Telkomsel.
- Perjanjian jasa layanan komunikasi antara PT Telkomsel dan Nasabah BCA (Pelanggan Telkomsel)
- Perjanjian kerjasama jasa layanan komunikasi antara PT BCA dan PT Telkomsel
- Perjanjian antara Nasabah BCA dan Pihak Ketiga yang berdasarkan
perjanjian itu Nasabah BCA melakukan transfer dana kepada Pihak Ketiga melalui Bank BCA
d. Dalam transaksi m-BCA obyek perjanjiannya adalah prestasi untuk melakukan sesuatu.
e. Catatan, tape/cartridge, print out komputer, salinan atau bentuk penyimpanan informasi atau data lain merupakan alat bukti yang sah atas instruksi dari Nasabah yang terdapat pada BCA.

3. Permasalahan apa saja yang dapat timbul dalam transaksi m-BCA sebagaimana yang dapat terjadi pada komunikasi elektronik pada umumnya, yaitu menyangkut hal – hal sebagai berikut:
a. Pengubahan, penambahan atau perusakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap data dan informasi, baik selama dalam penyimpanan maupun selama proses transmisi oleh pengirim kepada penerima; dan
b. Perbuatan pihak yang tidak bertanggung jawab yang berusaha untuk dapat memperoleh informasi yang dirahasiakan, baik diperoleh langsung dari penyimpanannya maupun ketika ditransmisikan oleh pengirim kepada penerima ( upaya penyadapan ).

4. Untuk mengatasi permasalahan yang dapat timbul, upaya pencegahannya adalah dengan adanya PIN (Personal Identification Number) bagi Nasabah. Adapun upaya penyelesaiannya adalah bilamana SIM Card GSM Nasabah hilang/dicuri/dipindahtangankan kepada pihak lain, Nasabah harus memberitahukan kepada kepala cabang BCA terdekat atau melalui HALO BCA dan Nasabah wajib menyerahkan surat asli laporan kehilangan dari kepolisian setempat (dalam kasus hilang/dicuri) dan surat pernyataan pemblokiran kepada BCA dalam waktu selambat-lambatnya 2(dua) hari kerja BCA setelah pemberitahuan tersebut. BCA selanjutnya akan memblokir fasilitas m-BCA yang dilaporkan oleh Nasabah tersebut.

B. Saran
1. Untuk mengakomodasi perkembangan teknologi, khususnya di bidang informasi dan komunikasi, perlu adanya Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan kekuatan hukum dari data elektronik sebagai alat bukti yang sah di muka pengadilan.
2. Perlu adanya Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai perjanjian baku, agar isi dari perjanjian baku tersebut tidak merugikan salah satu pihak.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Badrulzaman, Mariam Darus, Kontrak Dagang Elektronik Tinjauan Dari Aspek
Hukum Perdata, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Hartono, Sunaryati, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991.
Kantaatmadja, Mieke Komar, Cyber Law: Suatu Pengantar, Elips, Jakarta, 2002.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, 1999.
-----------------------------, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, 2004.
Ramli, Ahmad M., Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Penerbit PT
Refika Aditama, Bandung, 2004.
-----------------------------, Kajian Hukum tentang Kejahatan di Dunia Maya (Cyber
Crime), Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, Jakarta, 2003.
-----------------------------, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi
E-Commerce, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman
dan HAM RI, Jakarta, 2003.
-----------------------------, Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, Mandar Maju,
Bandung, 2000.
Riswandi, Budi Agus, Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003.
Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Siber Sistem Pengamanan E-Commerce, Penerbit PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Sjahdeini, Sutan Remy, E-Commerce Tinjauan Dari Perspektif Hukum, Penerbit PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Sjahputra, Iman, Problematika Hukum Internet Indonesia, Penerbit PT Prehallindo,
Jakarta, 2002.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986.
------------------------- dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grapindo, Jakarta, 1989.
Soenandar, Taryana, Tinjauan Atas Beberapa Aspek Hukum Dari Prinsip-prinsip
UNIDROIT Dan CISG, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Soepraptomo, Heru, Kejahatan Komputer Dan Siber Serta Antisipasi Pengaturan
Pencegahannya Di Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001.
Sumardjono, Maria S. W., Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
Suwandi, Ahmad, dan B. Setyo Riyanto, Menabur sentuh, Menuai Software Tangguh,
PC Media, Jakarta, 08/2004.
Vollmar, H.F.A. Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I&2, Penerbit C.V. Rajawali
Press, Jakarta, 1996.
2. Makalah
Mandala, E. Brata, Ancaman Cyber Terrorism dan Strategi Penanggulangannya di
Indonesia, disampaikan pada seminar The Importance of Information
System Security in E-Government, Tim Koordinasi Telematika Indonesia,
Jakarta, 28 Juli 2004.
Muarif, Syamsul, Strategi E-Government dalam Meningkatkan Daya Tarik Investasi
dan Bisnis di Indonesia, CEO BUMN Briefing X, Jakarta, 14 Oktober
2002.
Sabirin, Syahril, Urgensi Regulasi dalam Internet Banking, disampaikan pada Seminar
Sehari Aspek Hukum Internet Banking dalam Kerangka Hukum Teknologi
Informasi, diselenggarakan oleh Universitas Padjadjaran, Bandung 13 Juli
2001.
Ramli, Ahmad M., Kekuatan Akta Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Transaksi ECommerce
Dalam Sistem Hukum Indonesia, disampaikan pada Kongres
Ikatan Notaris Indonesia, Bandung 23 Januari 2003.
3. Peraturan Perundang-undangan, Rancangan Undang-undang, dan Instrumen
Hukum lainnya
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government, yang dikeluarkan pada tanggal 9 Juni 2003.
Surat Keputusan (SK) Direktur BI No. 27/164/Kep/Dir tanggal 31 Maret 1995
Tentang Penggunaan Sistem Teknologi Informasi oleh Bank
Rancangan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kementerian
Komunikasi dan Informasi RI, Versi tanggal 20 agustus 2004.
Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Kejahatan Dunia Maya (Cyber
Crime), Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta, 2004.
Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Pemanfaatan Teknologi Informasi,
Kerjasama Ditjen Postel dengan Center of Cyber Law Studies, Fakultas
Hukum UNPAD, Bandung, 2001.
4. Internet
Menthe, Darrel, Jurisdiction in Cyberspace: A Theory of International Sraces,
available at http://www.mttlr.org/volfour/menthe.html.
http://www.aaxnet.com/news/S000711.html.
http://www.businessweek.com:/2000/00_33/b3694001.htm?scriptFramed.
http://www.depkominfo.go.id
http://www.ecorp.com/history.htm
http://www.icann.org/registrar/accredited-list.html
http://www.klikbca.com
http://www.fh.ui.ac.id
http://www.indocyberlawnet.com
http://www.siliconvalley.com/docs/news/reuters_wire/9004801.htm.


NAMA       : LESTARI WAHYUNI
NPM          :  24211088 

Postingan 9


Judul               : Tinjauan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Mobile Banking PT BCA di Kantor Cabang Pati
Pengarang       : Suprihono, SH
Sumber            :


PEMBAHASAN
A. Proses Transaksi Elektronik Mobile Banking BCA (m-BCA)

1. m-BCA adalah layanan perbankan yang dapat diakses langsung oleh Nasabah melalui telepon selular/handphone GSM (Global System for Mobile Communication) dengan menggunakan menu yang sudah tersedia di SIM card dansaat ini menggunakan media SMS (Short Message Services).

2. PIN (Personal Identification Number) m-BCA adalah nomor identifikasi pribadi bagi Nasabah yang menggunakan fasilitas m-BCA.

3. Rekening adalah simpanan dana Nasabah pada BCA.

4. Kartu ATM BCA adalah kartu yang diterbitkan oleh BCA yang dapat dipergunakan oleh Pemegang Kartu untuk melakukan transaksi perbankan tertentu melalui ATM BCA dan atau sarana lain yang ditentukan oleh BCA.

5. GSM Provider adalah perusahaan yang menyediakan layanan jaringan GSM.

6. SMS adalah pesan singkat dalam bentuk teks yang dapat diterima dan atau dikirimkan oleh handphone yang terlihat di layar handphone.

7. Nasabah adalah pemilik rekening Tabungan atau Giro perorangan di BCA.

B. REGISTRASI m-BCA
1. Setiap Nasabah yang memegang Kartu ATM BCA berhak untuk menikmati fasilitas m-BCA.
2. Untuk dapat menggunakan fasilitas m-BCA, Nasabah harus memiliki SIM Card tertentu dan PIN m-BCA yang dipilih sendiri pada saat Nasabah melakukan registrasi di ATM BCA.

C. KETENTUAN PENGGUNAAN
1. Nasabah dapat menggunakan fasilitas m-BCA untuk mendapatkan informasi dan melakukan transaksi perbankan yang telah ditentukan oleh BCA.

2. Rekening yang dapat diakses melalui m-BCA adalah semua rekening yang terhubung dengan satu Kartu ATM BCA yang digunakan untuk registrasi Mobile Banking BCA.

3. Perintah/instruksi yang diberikan oleh Nasabah melalui m-BCA hanya dapat dilakukan melalui nomor handphone Nasabah yang telah diregister di ATM BCA dan melakukan aktivasi pada handphone Nasabah.

4. Nasabah harus mengisi semua data yang dibutuhkan untuk setiap transaksi secara benar dan lengkap.

5. Sebagai tanda persetujuan, Nasabah wajib menginput PIN m-BCA setiap melakukan instruksi transaksi.

6. Setiap instruksi dari Nasabah yang tersimpan pada pusat data BCA merupakan data yang benar yang diterima sebagai bukti instruksi dari Nasabah kepada BCA untuk melakukan transaksi yang dimaksud, kecuali Nasabah dapat membuktikan sebaliknya.

7. BCA menerima dan menjalankan setiap instruksi dari Nasabah sebagai instruksi yang sah berdasarkan penggunaan nomor handphone dan PIN m- BCA dan untuk itu BCA tidak mempunyai kewajiban untuk meneliti atau menyelidiki keaslian maupun keabsahan atau kewenangan pengguna nomor handphone dan PIN m-BCA atau menilai maupun membuktikan ketepatan maupun kelengkapan instruksi dimaksud, dan oleh karena itu instruksi tersebut sah mengikat Nasabah dengan sebagaimana mestinya, kecuali Nasabah dapat membuktikan sebaliknya.

8. Segala transaksi yang telah diinstruksikan kepada BCA dan disetujui oleh Nasabah tidak dapat dibatalkan.

9. Untuk setiap instruksi dari Nasabah atas transaksi finansial yang berhasil dilakukan oleh BCA, nasabah akan mendapatkan bukti transaksi berupa nomor referensi yang akan tersimpan di dalam inbox, sebagai bukti transaksi tersebut telah dilakukan oleh BCA dengan ketentuan:
- Inbox message tidak penuh;
- Tidak ada gangguan pada jaringan komunikasi dan GSM.

10. BCA berhak untuk tidak melaksanakan instruksi dari Nasabah, jika saldo Nasabah di BCA tidak mencukupi.

11. Nasabah wajib dan bertanggung jawab untuk memastikan ketepatan dan kelengkapan instruksi transaksi. BCA tidak bertanggung jawab terhadap segala akibat apapun yangtimbul karena ketidaklengkapan, ketidakjelasan data, atau ketidaktepatan instruksi dari Nasabah.

12. Setiap transaksi yang berhubungan dengan valuta asing, kurs yang berlaku adalah kurs TT yang ada di ATM BCA.

13. Catatan, tape/cartridge, print out komputer, salinan atau bentuk penyimpanan informasi atau data lain merupakan alat bukti yang sah atas instruksi dari Nasabah yang terdapat pada BCA.

14. Nasabah menyetujui keabsahan, kebenaran, atau keaslian bukti instruksi dan komunikasi yang ditransmisi secara elektronik antara kedua belah pihak, termasuk dokumen dalam bentuk catatan komputer atau bukti transaksi BCA, tape/cartridge, print out komputer, salinan atau bentuk penyimpanan informasi yang lain yang terdapat pada BCA, dan semua alat atau dokumen tersebut merupakan satu-satunya alat bukti yang sah atas transaksi-transaksi perbankan melalui m-BCA, kecuali Nasabah dapat membuktikan sebaliknya.

15. Dengan melakukan transaksi melalui m-BCA, Nasabah mengakui semua komunikasi dan instruksi dari Nasabah yang diterima BCA akan diperlakukan sebagai alat bukti yang sah meskipun tidak dibuat dokumen tertulis ataupun dikeluarkan dokumen yang ditandatangani.

16. Limit transaksi transfer dan limit pembelian pulsa melalui fasilitas m-BCA merupakan limit gabungan dengan limit yang berlaku untuk fasilitas ATMBCA dan sarana perbankan elektronik lainnya. BCA atas pertimbangannya sendiri berhak setiap saat untuk mengubah besar limit untuk transaksi tersebut.

17. Untuk setiap transaksi, berhasil atau tidak, GSM Provider akan mengenakan biaya.

D. PIN m-BCA DAN KEWAJIBAN NASABAH
1. PIN m-BCA hanya boleh digunakan oleh Nasabah.

2. Nasabah wajib mengamankan PIN m-BCA dengan cara:
- Tidak memberitahukan PIN m-BCA kepada orang lain untuk mendapatkan hadiah atau tujuan lainnya termasuk kepada anggota keluarga atau sahabat.
- Tidak menuliskan PIN m-BCA pada meja, handphone, atau menyimpannya dalam bentuk tertulis atau sarana penyimpanan lainnya yang memungkinkan untuk diketahui orang lain.
- Berhati-hati dalam menggunakan PIN m-BCA, agar tidak terlihat oleh orang lain.
- Tidak menggunakan nomor Handphone dan PIN m-BCA yang diberikan oleh orang lain atau yang mudah diterka seperti tanggal lahir atau kombinasinya, nomor telepon, dan lain-lain.

3. Segala penyalahgunaan PIN m-BCA merupakan tanggung jawab Nasabah. Nasabah dengan ini membebaskan BCA dari segala tuntutan yang timbul, baik dari pihak lain maupun Nasabah sensiri sebagai akibat penyalahgunaan PIN m-BCA

4. Penyalahgunaan PIN pada fasilitas m-BCA mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan perintah tertulis yang ditandatangani oleh Nasabah.

5. Nasabah diberikan kebebasan untuk membuat PIN-nya sendiri pada saat registrasi di ATM BCA.

6. Bilamana SIM Card GSM Nasabah hilang/dicuri/dipindahtangankan kepada pihak lain, Nasabah harus memberitahukan kepada kepala cabang BCA terdekat atau melaluia HALO BCA dan Nasabah wajib menyerahkan surat asli laporan kehilangan dari kepolisian setempat (dalam kasus hilang/dicuri) dan surat pernyataan pemblokiran kepada BCA dalam waktu selambat-lambatnya 2(dua) hari kerja BCA setelah pemberitahuan tersebut. Segala instruksi transaksi berdasarkan penggunaan nomor handphone dan PIN m-BCA yang terjadi sebelum pejabat yang berwenang dari BCA menerima pemberitahuan tersebut merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari Nasabah.

E. PEMBLOKIRAN m-BCA
1. m-BCA akan diblokir jika Nasabah melakukan hal berikut:
a. Salah memasukkan PIN m-BCA sebanyaktiga kali berturut-turut.
b. Mengajukan penggantian Kartu ATM BCA dan atau Kartu ATM BCA dilaporkan hilang.
c. Melaporkan SIM Card GSM hilang/dicuri/dipindahtangankan kepada pihak lain.
 2. Apabila terjadi pemblokiran m-BCA, maka Nasabah harus menghubungi Halo BCA dan melakukan registrasi m-BCA ulang di ATM BCA.

F. FORCE MAJEURE
Nasabah akan membebaskan BCA dari segala tuntutan apapun, dalam hal BCA tidak dapat melaksanakan instruksi dari Nasabah baik sebagian maupun seluruhnya karena kejadian-kejadian atau sebab-sebab di luar kekuasaan atau kemampuan BCA termasuk namun tidak terbatas pada bencana alam, perang, huru-hara, kedaan peralatan, sistem, atau transmisi yang tidak berfungsi, gangguan listrik, gangguan telekomunikasi, kebijaksanaan pemerintah, serta kejadian-kejadian atau sebab-sebab lain di luar kekuasaan atau kemampuan BCA.

G. PENGAKHIRAN m-BCA
1. m-BCA akan berakhir jika Nasabah mengajukan permohonan pengakhiran layanan m-BCA kepada BCA, karena:
a. Nasabah mengakhiri penggunaan Kartu ATM BCA atau nomor handphne
b. Nasabah mengganti Kartu ATM BCA atau nomor handphone.
2. m-BCA akan berakhir jika:
a. Nasabah menutup semua rekening yang terhubung dengan kartu ATM BCA.
b. GSM Provider mengakhiri nomor handphone Nasabah.

H. LAIN-LAIN
1. Bukti perintah Nasabah melalui m-BCA adalah mutasi yang tercatat dalam Rekening Koran atau Buku Tahapan jika dicetak.
2. Sanggahan dari Nasabah hanya dapat dilayani bilamana sanggahan diajukan ke BCA dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal transaksi melalui m-BCA dilaksanakan.
3. Nasabah wajib segera melaporkan kepada BCA secara tertulis apabila terjadi perubahan data Nasabah.
4. Nasabah dapat menghubungi HALO BCA atas setiap permasalahan yang berkenaan dengan transaksi dan penutupan fasilitas m-BCA.
5. Untuk masalah yang berkaitan dengan SIM Card, jaringan GSM, biaya SMS, dan value added service GSM, Nasabah langsung menghubungi GSM Provider yang bersangkutan.
6. BCA dapat mengubah syarat dan ketentuan ini setiap saat dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Nasabah dalam bentuk dan melalui sarana apapun.
7. Pihak yang menggunakan fasilitas m-BCA tunduk pada ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang berlaku pada BCA serta syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang mengatur semua jasa atau fasilitas dan transaksi yang dicakup oleh Kartu ATM BCA, termasuk setiap perubahan yang akan diberitahukan terlebih dahulu oleh BCA dalam bentuk dan melalui sarana apapun.

B. ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN DALAM TRANSAKSI M-BCA
         Melakukan transaksi di dunia maya misalnya melalui internet ataupun mobile banking BCA sangat berbeda dengan melakukan transaksi di dunia nyata. Kenyataan ini telah menimbulkan keragu-raguan mengenai hukum dan yuridiksi hukum yang mengikat para pihak yang melakukan transaksi tersebut. Ada sementara pihak yang berpendapat, bahwa oleh karena transaksi tersebut terjadi di dunia maya, maka hukum yang berlaku di dunia nyata tidak berlaku.

         Penulis tidak dapat menerima pandangan yang demikian itu. Dunia maya di mana transaksi-transaksi elektronik berlangsung adalah memang dunia yang lain dari dunia nyata tempat kita sesungguhnya hidup karena tempat di mana kita bernapas dan merasakan kenikmatan dan kesakitan jasmaniah adalah di dunia nyata dan bukannya di dunia maya. Akan tetapi, di dunia maya di mana manusia dapat berinteraksi di antara sesamanya dan dapat melakukan berbagai perbuatan hukum, tidak mustahil manusia melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang melanggar hak orang lain. Oleh sebab itu, di dunia maya perlu adanya hukum dan perlu pula hukum tersebut dapat ditegakkan apabila dilanggar. Tanpa adanya hukum di dunia maya dan tanpa dapat ditegakkannya hukum itu apabila dilanggar, sudah barang tentu akan menimbulkan keadaan yang kacau (chaos), persis seperti apabila hal itu terjadi di dunia nyata.

          Semua perbuatan hukum yang dilakukan di dunia maya adalah perbuatanperbuatan- perbuatan hukum yang dilakukan oleh manusia-manusia yang berada di dunia nyata dan dilakukan di lokasi tertentu di dunia nyata. Hanya saja perbuatanperbuatan hukum tersebut dilakukan menggunakan media elektronik.

         Penulis berpendapat bahwa oleh karena interaksi dan perbuatan-perbuatan hukum yang terjadi melalui atau di dunia maya adalah sesungguhnya interaksi antara sesama manusia dari dunia nyata dan apabila terjadi pelanggaran hak atas perbuatan hukum melalui atau di dunia maya itu adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh manusia dari dunia nyata dan hak yang dilanggar adalah hak dari manusia dari dunia nyata, maka hukum yang berlaku dan harus diterapkan adalah hukum dari dunia nyata.

        Begitu juga yang terjadi pada transaksi m-BCA. Meskipun transaksi m-BCA terjadi di dunia maya melalui media elektronik telepon genggam (Handphone), akan tetapi karena pelakunya ada dalam dunia nyata, maka hukum berlaku terhadap transaksi m-BCA tersebut. Aspek-aspek hukum dalam transaksi m-BCA tersebut meliputi:
1. Subyek Hukum

NAMA    : LESTARI WAHYUNI
NPM        : 24211088 

Postingan 8


Judul               : Tinjauan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Mobile Banking PT BCA di Kantor Cabang Pati
Pengarang       : Suprihono, SH
Sumber            :


TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pengamanan dalam Perjanjian Elektronik
Sistem pengamanan dalam perjanjian elektronik dapat diberikan oleh apa yang
disebut cryptography sebagaimana dijelaskan dibawah ini:17

1. Encryption dan Decryption
Apakah yang dimaksud dengan cryptography ? Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary, crypthography diberi arti “the art of writing or solving codes”, yaitu seni untuk menulis dan memecahkan sandi.
Cryptography terdiri dari 2 ( dua ) unsur, yaitu encryption dan decryption. Encryption adalah proses untuk membuat informasi menjadi tidak dapat dipahami ( unintelligible ) bagi pembaca yang tidak berwenang. Decryption adalah proses untuk membalik encryption agar informasi tersebut dapat dibaca kembali. Secara tradisional, cryptography dilakukan oleh pengirim dengan menggunakan kode rahasia ( secret code ) atau kunci rahasia ( secret key ) untuk melakukan enkripsi ( encryption ) terhadap informasi tersebut. Dengan menggunakan kode rahasia atau kunci rahasia yang sama, penerima informasi tersebut melakukan dekripsi (decryption ) terhadap informasi tersebut.
 
            Tehnik – tehnik cryptosystem bukan merupakan hal yang baru di dunia. Teknik tersebut telah digunakan sejak Julius Caesar. Sandi Caesar menggunakan cara mengubah suatu huruf dengan huruf lain. Caranya adalah dengan memindahkan suatu huruf sebagai pengganti huruf lain pada urutan tertentu yang disepakati di dalam alphabet. Misalnya suatu huruf tertentu menggantikan huruf pada urutan ketiga dalam alphabet itu. Huruf A menjadi D, C menjadi F dan T menjadi W. Dengan demikian CAT menjadi tertulis FDW. Orang bank sudah terbiasa menggunakan kode – kode rahasia atau kunci – kunci rahasia tersebut. Misalnya untuk pengiriman uang yang dilakukan oleh satu cabang bank atas permintaan nasabahnya kepada cabang lain untuk penerima kiriman uang dilakukan pengirimnya dengan menggunakan test key. Atau pengiriman berita oleh kantor pusat bank kepada seluruh cabang bank tersebut atau oleh suatu kantor cabang kepada kantor cabang lainnya dilakukan dengan menyamarkan kata – kata dalam berita itu, baik seluruh kata – katanya atau terbatas hanya kepada kata – kata yang penting saja, dengan menggunakan Patterson code. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, pada zaman Romawi orang menggunakan Caesar code untuk pengiriman informasi atau surat rahasia. Contoh – contoh diatas merupakan contoh – contoh aplikasi yang sederhana dari apa yang disebut cryptography.

          Ada dua ( 2 ) jenis sistem cryptography ( cryptographic systems atau cryptosystem ). Kedua sistem itu ialah symmetric cryptosystem dan asymmetric cryptosystem.
a. Symmetric system atau yang disebut juga secret key ctyptosystem, didasarkan pada single secret key yang digunakan oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam suatu hubungan komunikasi. Dengan kata lain, kunci yang sama digunakan oleh kedua belah pihak yaitu pihak pengirim menggunakan kunci itu untuk melakukan enkripsi ( enctyption ) sedangkan pihak penerima menggunakan kunci itu untuk melakukan dekripsi ( decryption )

b. Asymmetric cryptosystem atau yang disebut pula dengan sebutan public key cryptosystem adalah cryptosystem yang mendasarkan pada penggunaan sepasang kunci. Kedua kunci yang berpasangan itu adalah private key dan public key.

2. Symmetric cryptosystem
Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa pada symmetric cryptosystem atau secret key cryptisystem kedua belah pihak menggunakan kunci atau kode yang sama. Oleh karena dalam symmetric cryptosystem kunci yang sama digunakan oleh kedua belah pihak maka adalah penting untuk memastikan bahwa tukar menukar kunci yang digunakan harus tetap terjamin kerahasiaannya. Kebocoran kerahasiaan tersebut dapat terjadi karena ada orang yang tidak seharusnya mengetahui kunci rahasia tersebut, ternyata baik sengaja maupun tidak sengaja berhasil mengetahui kunci rahasia tersebut.

         Dapat pula kebocoran itu terjadi karena pada waktu pengiriman kunci  rahasia tersebut oleh salah satu pihak kepada pihak yang lain telah hilang dicuri di dalam pengirimannya. Misalnya berkenaan dengan test key arrangement antara Bank BNI dan Citibank. Untuk keperluan hubungan korespondensi dan transaksi antara Bank BNI dengan Citibank disusun suatu buku test key oleh Bank BNI. Pada waktu Kantor Besar Bank BNI di Jakarta mengirimkan buku test key tersebut kepada Kantor Pusat Citibank di New York untuk digunakan sebagai kode rahasia apabila Bank BNI, baik Kantor Besar maupun kantor – kantor cabang Bank BNI di seluruh dunia, mengirimkan dokumen transaksi kepada Citibank, baik kepada Kantor Pusatnya di New York maupun kantor – kantor cabangnya di seluruh dunia, maka pengiriman buku test key tersebut ternyata hilang ditengah jalan. Dengan demikian, buku ini berarti sudah jatuh ke tangan pihak lain yang tidak terkait, sehinggga dengan demikian test key tersebut sudah bocor.

          Sebagai jawaban terhadap kerentanan terhadap bentuk – bentuk symmetric cryptosystem yang tradisional, maka sistem – sistem modern telah dirancang untuk menggantikan sistem yang tradisional tersebut, yaitu dengan menggunakan teknik – teknik matematik ( mathematical techniques ). Salah satu generasi baru dari cryptographic technique tersebut mulai digunakan dalam dunia komersial pada tahun 1977 ketika Data Encryption Standard ( DES ) digunakan sebagai suatu United State Federal Standard. Data Encryption Standard ( DES ) bekerja berdasarkan konsep 1 ( satu ) kunci yang sama digunakan untuk kedua pihak yang melakukan komunikasi. Sebagaimana dikemukakan diatas, masalah yang sering dihadapi adalah pengamanan terhadap key tersebut. Hal itu tidak mudah dilakukan karena tingkat kebocorannya yang cukup tinggi. Bagimana symmetric cryptosystem bekerja, dibawah ini diberikan gambarannya dalam hal yang dipakai adalah Data Encryption Standard ( DES )

3. Asymmetric Cryptosystem
Suatu bentuk cryptography yang sama sekali baru, diperkenalkan pada tahun 1976 oleh 2 ( dua ) ahli matematik, Diffie dan Hellman. Bentuk baru tersebut disebut Asymmetric Cryptosystem atau disebut pula Public Key Cryptosystems. Asymmetric Cryptosystem dirancang berdasarkan penguasaan 2 ( dua ) kunci yang berpasangan yaitu public key dan private key atau secret key oleh masing – masing pihak yang melakukan komunikasi rahasia.

       Public key cryptosystem adalah suatu sistem dimana pesan yang telah dienkripsi dengan menggunakan kunci yang satu tidak mungkin didekripsi apabila tidak menggunakan kunci kedua yang menjadi pasangannya, dengan pula sebaliknya. Dengan kata lain, apabila suatu pesan dienkripsi dengan menggunakan private key dari pengirim, maka pesan tersebut hanya mungkin didekripsi dengan menggunakan public key pengirim yang diketahui oleh penerima. Sebaliknya, apabila pesan tersebut dienkripsi dengan menggunakan publik key dari penerima, maka pesan tersebut hanya mungkin didekripsi dengan menggunakan private key dari penerima.

          Kapan pengiriman pesan dienkripsi oleh pengirim dengan menggunakan private key-nya sendiri atau kapan dienkripsi dengan menggunakan public key penerima, adalah bergantung kepada isi dan sifat pesan yang akan dikirimkan dan bergantung pada pula pada bagaimana perjanjian diantara para pihak yang berkomunikasi. Konsep dari asymmetric cryptography atau public key yang telah dikembangkan oleh Diffie dan Hellman yang telah berhasil diaplikasikan oleh 3 ( tiga ) orang ahli matematik, Rivest, Shamir dan Adleman dengan menciptakan RSA system. Nama sistem tersebut diambil dari huruf depan nama mereka masing – masing. Sistem dengan menggunakan algoritma matematika ( mathematical algorithm ) yang sama telah digunakan pula oleh sistem yang diciptakan oleh Phil Zimmerman yang disebut Pretty Good Privacy ( PCP )

              Seperti telah ditunjukkan oleh namanya, public key dapat dan boleh
diketahui oleh setiap orang, sedangkan private key hanya diketahui oleh pemiliknya saja. Prosedur yang digunakan untuk memperoleh kedua kunci tersebut adalah sedemikian rupa sehingga apabila salah satu kunci tersebut digunakan untuk mengenkripsi suatu pesan, hanya kunci lain pasangannya
yang dapat digunakan mendekripsi pesan tersebut. Dengan kata lain, menggunakan private key yang lain tidak dapat memecahkan kode tersebut. Meskipun kedua kunci tersebut berkaitan satu dengan yang lain dan meskipun public key-nya dapat diketahui oleh orang lain, namun tidak mungkin bagi
siapapun untuk dapat mengetahui atau memperoleh private key yang digunakan, kecuali pemiliknya sendiri. Dengan hanya mengetahui suatu public key, tidak mungkin dapat diketahui atau dipecahkan apa yang menjadi private key yang merupakan pasangan public key tersebut.

         Demikian sulitnya orang untuk dapat memecahkan kunci rahasia berdasarkan public key cryptosystem atau asymmetric cryptosystem, sehingga telah diestimasi bahwa tidak ada 1 ( satu ) komputer pun yang mampu memecahkan kunci tersebut sekalipun dalam jangka waktu ribuan tahun. Memang pernah dilakukan demonstrasi yaitu pernah dicoba sebanyak 350 ( tiga ratus lima puluh ) komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet untuk mencari kombinasi yang tepat. Komputer – komputer tersebut bekerja dengan kecepatan 1 ½ ( satu setengah ) triliun kunci kombinasi perjam. Ternyata baru dalam waktu 302 ( tiga ratus dua ) jam komputer – komputer tersebut berhasil menemukan kunci yang tepat. Dari penjelasan tersebut di atas dapat diketahui betapa lama waktu dan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mampu memecahkan public key atau asymmetric cryptosystem tersebut. Oleh karena itu sistem ini dianggap merupakan sistem yang paling aman.

      Asymmetric cryptosystem atau public key cryptosystems digunakan untuk menjamin confidentiality, authentication dari pesan yang dikirimkan. Menggunakan public key cryptosystem bukan tanpa resiko bagi penggunanya. Apabila kunci – kunci tersebut hilang, maka data yang sangat berharga menjadi tidak mungkin diakses. Bagaimana cara bekerjanya asymmetric cryptosystem dengan mengaplikasikan private key dan public key yang berpasangan adalah sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

          Ada 2 ( dua ) cara yang dapat diaplikasikan. Cara pertama ialah melakukan enkripsi oleh pengirim dengan menggunakan public key penerima dan dekripsi oleh penerima dilakukan dengan menggunakan private key penerima. Cara kedua ialah pengirim mengekripsi pesan yang akan dikirim dengan menggunakan private key pengirim dan ketika penerima melakukan dekripsi pesan yang diterimanya itu, penerima melakukan dekripsi itu dengan menggunakan public key pengirim.

             Apabila pengirim menginginkan hanya penerima saja yang boleh mengetahui isi dari pesan yang dikirimkan, maka pengiriman pesan itu harus dilakukan dengan cara pertama yaitu pengirim mengekripsi pesan tersebut dengan menggunakan public key penerima, karena pesan tersebut hanya dapat dipahami oleh penerima saja dengan cara mendekripsi pesan tersebut dengan menggunakan private key penerima yang hanya dimiliki oleh penerima saja.

4. Digital Signature
 Dalam kehidupan transaksi yang menggunakan kertas ( paper-based transaction ) sebagaimana yang selama ini kita kenal, dan banyak hal dokumen-dokumen yang digunakan untuk transaksi itu ditandatangani oleh atau untuk dan atas nama para pihak yang bertransaksi. Tujuan utama dari pembubuhan tanda tangan tersebut adalah untuk membuktikan bahwa dokumen tersebut adalah betul berasal dari atau telah disetujui oleh orang yang membubuhkan tanda tangan itu. Setelah adanya komputer, internet, dan telepon seluler, maka timbul masalah : bagaimana para pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik dapat membubuhkan tanda tangan mereka masing – masing sebagai otentikasi dari dokumen – dokumen elektronik yang dibuat diantara mereka? Mungkinkan ada cara bagi para pihak itu untuk menggantikan fungsi tanda tangan di atas kertas dalam hal mereka melaksanakan transaksinya secara elektronik?

         Implementasi dari pemecahan terhadap masalah – masalah pengamanan dalam bidang Informasi Tehnology sebagaimana telah dikemukakan di atas dan memecahkan masalah pembubuhan tanda tangan dari dokumen – dokumen elektronik dalam transaksi E-Commerce dipecahkan dengan cara menggunakan teknik – teknik cryptography sebagaimana telah diterangkan diatas. Selain pengamanan dilakukan dengan cara melakukan enkripsi terhadap pesan yang dikirimkan, pengirim dapat pula menyertakan digital signature dari pengirim pesan yang bersangkutan bersama dengan pengiriman pesan itu sendiri.

               Apakah yang dimaksud dengan digital signature atau electronic signature? Kata “signature” dalam konteks ini sangat menyesatkan. Signature yang dimaksudkan dalam konteks ini bukan merupakan “digitized image of handwritten signature”. Signature disini bukan tanda tangan yang dibubuhkan oleh seseorang dengan tangannya di atas dokumen – dokumen, antara lain dokumen – dokumen kertas, seperti yang lazim dilakukan. Digital signature diperoleh dengan terlebih dahulu menciptakan suatu message digest atau hash, yaitu mathematical summary dari dokumen yang akan dikirimkan melalui cyberspace. Bagaimana proses penciptaan message digest atau hash, apa yang dimaksud dengan message digest atau hash, dan bagaimana kemudian dari message digest atau hash tersebut tercipta digital signature, akan diterangkan selanjutnya.

         Pencantuman digital signature pada suatu electronic document ( dokumen elektronik ) oleh pengirim adalah untuk lebih memberikan kepastian kepada penerima mengenai otentikasi pengirim dari electronic document tersebut. Dengan demikian, penerima dokumen elektronik atau pesan tersebut tidak bimbang mengenai siapa pengirim yang sebenarnya dari dokumen elektronik atau pesan tersebut. Fungsi suatu digital siganature sama dengan fungsi sidik jari seseorang. Digital signature merupakan alat untuk mengidentifikasi suatu pesan yang dikirimkan. Dengan kata lain pembubuhan digital signature disamping bertujuan untuk memastikan bahwa pesan tersebut bukan dikirimkan oleh orang lain., melainkan memang dikirim oleh pengirim yang dimaksud, juga bertujuan untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti kuat secara hukum bahwa isi dari pesan itu telah dikirimkan oleh pengirim itu disetujui oleh pengirimnya.

           RSA algoritma (RSA algorithm ) digunakan secara luas untuk mengimplementasikan digital signature. Algoritma lain yang juga populer digunakan adalah Digital Signature Algorithm ( DSA ) yang dikembangkan oleh the US National Institute of Standards and Technology. Dasar algoritma yang dipakai oleh Digital Signature algorithm ( DSA ) untuk memberikan aspek –aspek pengamanan berbeda apabila dibandingkan dengan RSA, namun metode implementasi digital signature dari keduanya boleh dikatakan sama. Untuk dapat menandatangani pesan ( message ), pertama – tama
pengirim harus menciptakan suatu message digest atau suatu hash. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan RSA algoritma (RSA algorithm). Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa RSA algoritma telah digunakan secara luas untuk mengimplimentasikan digital signature. Pesan yang asli, yaitu yang belum dienkripsi, dilewatkan melalui hash function, misalnya SHA-1. Hash function akan menyamarkan pesan asli itu.

             Secure Hash Algorithm-1 atau SHA-1 adalah hash function yang pada saat ini digunakan oleh SET. SET atau Secure Electronic Transaction, adalah suatu protokol yang dikembangkan oleh Master Card dan Visa yang dirancang untuk memberikan kepastian kepada pedagang (merchants) dan pemegang kartu (cardholder) untuk dapat melaksanakan bisnis secara aman di internet. SET menggunakan cryptography untuk memberikan confidentiality dan security, untuk memastikan payment integrity, dan untuk memberikan otentikasi mengenai pedagang (merchant) dan pemegang kartu (cardholder) yang bertransaksi.

             Dengan cara pesan asli tersebut dilewatkan hash function, seperti SHA-1 yang digunakan oleh SET, maka diperoleh message digest yang dimaksud. Dengan kata lain, suatu digital signature adalah message digest yang dienkripsi dengan menggunakan private signing key dari pengirimnya. Tegasnya, yang dienkripsi bukan pesan aslinya, melainkan message digest yang diperoleh dari pesan asli yang telah dilewatkan pada hash function. Mengenai siapa pengirim pesan yang ditandatangani dengan menggunakan private signing key, hanya dapat diverifikasi dengan menggunakan public signing key dari pengirim tersebut.

             Dengan demikian, pembuatan suatu digital signature ditempuh melalui 2 (dua) tahap. Tahap pertama adalah membuat message digest dan tahap berikutnya mengenkripsi message digest tersebut dengan private key dari pengirim. Sedangkan untuk memverifikasi digital signature tersebut untuk memastikan bahwa digital signature itu memang benar merupakan bukti identitas dari pengirim pesan yang sebenarnya, artinya bukan orang lain yang mengirimkan pesan tersebut, hanya dapat dilakukan dengan menggunakan public key dari pengirim pesan.

             Oleh karena pembuatan digital signature dilakukan dengan menggunakan teks asli dari pesan yang dikirimkan sebagai masukan (input) bagi algoritma enkripsi (encryption algorithm) yang digunakan, maka apabila pesan tersebut diubah sekalipun hanya sedikit saja perubahan yang dilakukan digital signature tersebut tidak mungkin dapat didekripsi dengan benar. Apabila hasil dekripsi tidak benar, maka berarti pesan tersebut telah diubah pada waktu berlangsungnya pengiriman atau bahwa digital signaturetersebut telah dipalsu dengan meng-copy digital signature itu dari suatu pesan yang lain. Suatu digital signature yang di-copy dari sesuatu message tidak dapat dipakai untuk mengotentikasi pesan lain, sekalipun pengirim pesan adalah orang yang sama. Hal itu disebabkan untuk setiap pesan yang berbeda, message digest-nya berbeda pula. Sebagaimana telah diterangkan di atas, message digest diperoleh dari teks dari pesan asli yang dikirimkan. Jadi apabila bunyi pesannya berbeda, maka sudah barang tentu message digest-nya akan berbeda, sehingga berbeda pula bentuk digital signature untuk pesan tersebut. Dengan kata lain, digital signature dari pengirim pesan yang sama, berbeda bentuknya bergantung kepada bunyi pesan yang dikirimkan.

              Digital signature tidak hanya dipakai untuk memverifikasi otentisitas dari pesan yang dikirimkan dan identitas dari pengirimnya, tetapi juga untuk memverifikasi integritas dari pesan itu sendiri. Di dalam sistemnya, penerima pesan tersebut tidak boleh memiliki kemungkinan untuk dapat menggunakan digital signature yang diterimanya untuk secara palsu menandatangani pesanpesan yang dikirimkan seakan-akan dalam menandatangani itu dia bertindak untuk dan atas nama pengirim yang sesungguhnya memiliki tanda tangan itu. Mengirim suatu pesan dengan disertai digital signature dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) pasang kunci asymmetric, yaitu 1 (satu) pasang dipakai untuk melakukan enkripsi dan dekripsi terhadap, dan 1 (satu) pasang yang lain dipakai untuk melakukan enkripsi dan dekripsi tanda tangan. Dengan kata lain, baik untuk pesan yang dikirimkan maupun untuk tanda tangan pengirim, pengamanannya dilakukan dengan menggunakan public key
cryptosystem atau asymetric cryptosystem.

5. Public Key Certificate
Pada public key cryptosystems, private key tidak digunakan bersama dengan pihak lain. Private key hanya diketahui, disimpan dan digunakan sendiri oleh pemilik kunci tersebut. Sedangkan public key yang merupakan pasang private key tersebut memang tidak perlu dirahasiakan. Artinya, siapa saja yang berhubungan atau berkomunikasi dengan pemilik private key tersebut, boleh mengetahui apa public key dari pemilik private key tersebut. Apa yang penting dalam public key system ialah bahwa pemakai public key itu harus yakin benar bahwa public key tersebut adalah memang public key dari
pihak dengan siapa dia berkomunikasi secara rahasia.

             Public key cryptosystem tidak akan bekerja dengan baik kecuali apabila
ada suatu otoritas yang ditugasi untuk memverifikasi identitas dari orang yang memiliki public key tersebut dan otoritas itu mempublikasi identitas dari pemilik public key tersebut. Otoritas tersebut harus merupakan pihak ketiga yang independen. Pihak ketiga yang independen yang bertindak sebagai otoritas yang dimaksud disebut Certificate Authorities atau CA.

            Biasanya public key dibagikan dalam bentuk sertifikat (certificate) yang diterbitkan oleh Certificate Authorities atau CA. Certificate Authorities yang bersangkutan “menandatangani” sertifikat tersebut yang secara yuridis mengikat sebagai bukti bagi kepemilikan dari public key oleh pemiliknya yang sesungguhnya. Hanya mereka yang dapat menunjukkan sertifikat tersebut adalah pemilik yang sesungguhnya dari public key itu dan yang bersangkutan adalah pemilik dan penyimpan private key yang menjadi pasangan dari public key dalam sertifikat itu. Perlunya sertifikat itu adalah untuk mencegah pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dapat bertindak seakan-akan adalah dia yang menjadi pihak yang berhak. Sertifikat tersebut memastikan bahwa hanya public key yang berasal dari sertifikat itu saja yang merupakan public key yang benar.

NAMA    : LESTARI WAHYUNI
NPM        : 24211088

Postingan 7


Judul               : Tinjauan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Mobile Banking PT BCA di Kantor Cabang Pati
Pengarang       : Suprihono, SH
Sumber            :
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CDwQFjAA&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id%2F18698%2F1%2FSUPRIHONO.pdf&ei=YLaEUdmkKcHWrQeS5ICgDQ&usg=AFQjCNEqEFXvyFI91H0HjlwbNtJpXVQMaw&sig2=fvI0fX09MUgzIgBqBUzGbw&bvm=bv.45960087,d.bmk


TINJAUAN PUSTAKA
 Isi Perjanjian

"Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal - hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang - undang". Pasal 1347 KUHPerdata:

"Hal - hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan ( bestending gebruikelijk beding ) dianggap secara diam - diam dimasukkan di dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan".
Dari kedua ketentuan ini dapatlah disimpulkan bahwa elemen - elemen dari perjanjian adalah:
1. Isi perjanjian itu sendiri
2. Kepatutan
3. Kebiasaan
4. Undang - undang

          Yang dimaksud dengan isi perjanjian ialah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua pihak mengenai hak dan kewajiban mereka di dalam perjanjian tersebut. Kepatutan di dalam ketentuan ini adalah ulangan dari kepatutan yang telah diatur di dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang sama - sama dengan kebiasaan dan undang - undang harus diperhatikan pihak - pihak dalam melaksanakan perjanjian. Sudah tentu undang - undang yang dimaksud oleh ketentuan ini adalah undang - undang pelengkap karena undang - undang yang bersifat memaksa tidak dapat disimpangi oleh pihak - pihak.

   
PERJANJIAN ELEKTRONIK MOBILE BANKING BCA
Menurut Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal
1, Transaksi Elektronik adalah hubungan hukum yang dilakukan melalui komputer, jaringan komputer, atau media elektronik lainnya, sedangkan Kontrak elektronik adalah perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.

         Mobile banking BCA atau disingkat m-BCA adalah layanan perbankan yang dapat diakses langsung oleh nasabah melalui telepon selular/handphone GSM (Global System for Mobile Communication) dengan menggunakan menu yang sudah tersedia di SIM Card dan saat ini menggunakan media SMS (Short Message Services).

        Melalui m-BCA, nasabah BCA dapat melakukan transaksi seperti pembayaran tagihan listrik dan telepon, maupun transfer sejumlah uang dari rekening pribadinya ke rekening orang lain. Transaksi m-BCA yang dilakukan oleh nasabah tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi nasabah dan PT. Bank Central Asia (BCA), sehingga dengan demikian transaksi m-BCA merupakan perbuatan hukum karena menimbulkan hak dan kewajiban.

         Perkembangan komunikasi dengan perangkat teknologinya akan terus berkembang. Pararel dengan itu permasalahan-permaslahan yang berimplikasi hukum berkaitan dengannya pun akan semakin kompleks, tak terkecuali dengan kehadiran mobile banking BCA. Namun demikian, meskipun hukum yang mengatur secara khusus masalah mobile banking BCA ini belum ada, tetapi dari perspektif kajian ius contitutum masih memungkinkan untuk diterapkannya hukum konvensional dalam beberapa aktivitas hukum mobile banking BCA.

       Ada dua mekanisme yang dapat digunakan, ketika hukum konvensional akan dipakai dalam kasus-kasus mobile banking BCA. Dua mekanisme itu adalah, melalui pendekatan hukum secara normatif (law in book) dan melalui peran hakim dalam menegakkan hukum yang normatif (law in action).

         Berikutnya yang dapat ditinjau dari mobile banking berkaitan dengan pendekatan pertama lainnya, adalah berkenaan dengan hukum privacy. Di dalam praktek penyelenggaraan internet banking hal yang lumrah jika suatu bank menyelenggarakan layanan internet banking menyediakan suatu kebijakan, yang terkait dengan privacy yang disebut dengan privacy policy.



       Untuk dapat diterapkan ketentuan kerahasiaan bank yang ada dalam UU No. 10 tahun 1998 ini dapat dilakukan dengan metode penafsiran hukum. Dalam melaksanakan undang-undang bila terjadi peristiwa konkret, interpretasi atau penafsiran, merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang, agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat, mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkret. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat, untuk mengetahui makna undang-undang.

       Metode interpretasi yang relevan untuk diterapkan dalam masalah privacy data dalam mobile banking ada dua; Pertama, metode argumentum per analogiam dan interpretasi ekstensif. Metode argumentum per analogiam terjadi dengan mencari peraturan umumnya dari peraturan khusus, yang akhirnya menggali asas yang terdapat didalamnya. Di sini peraturan perundang-undangan yang dijadikan peraturan bersifat umum yang tidak tertulis dalam undang-undang, diterapkan terhadap suatu peristiwa khusus tertentu, sedangkan peraturan perundang-undangan tersebut sesungguhnya tidak meliputi peristiwa khusus tertentu ini, tetapi peristiwa khusus tertentu ini hanyalah mirip dengan peristiwa yang diatur oleh peraturan perundang-undangan tadi.

          Interpretasi ekstensif, adalah upaya penafsiran hukum yang dilakukan dengan cara memperluas makna hukum. Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa penafsiran ekstensif, adalah dilampauinya batas-batas yang ditetapkan oleh interpretasi gramatikal. Dalam konteks privacy data, hakim dapat juga melakukan analogi melalui dua metode penafsiran hukum ini.

        Dalam kasus data elektronik berupa privacy data, dapat dianalogikan pada kasus pencurian aliran listrik, di mana listrik dikategorikan sebagai barang. Maka dalam hal privacy data yang ada dalam mobile banking pun dapat dianalogikan pada barang yang terjadi pada kasus aliran listrik. Walaupun demikian, ternyata praktik penyelesaian hukum seperti di atas sangat jarang dilakukan oleh aparat penegak hukum, terutama hakim. Keadaan ini tentunya dapat dipahami, karena hakim sendiri belum tentu mengetahui permasalahan ini, selain hakim di Indonesia masih sangat terikat dengan aturan-aturan hukum yang sifatnya normatif (legalistik) dan sekaligus pula hakim di Indonesia tidak pernah terikat oleh putusan-putusan hakim terdahulu. Artinya sistem hukum di Indonesia tidak mengenal asas preseden.

         Di sisi lain yang menjadi jarang dalam penegakan hukum terhadap privacy ini, dikarenakan masih adanya kompleksitas permasalahan hukum dalam praktik mobile banking, khususnya dalam konteks perlindungan hukum secara represif dari privacy. Kompleksitas itu terlihat baik dari aspek hukum materiil maupun formilnya, misalnya adanya kesulitan dalam menentukan locus delicti, tempus delicti dan juga dalam hal pembuktiannya. Oleh karena itu, masalah ini menjadi kendala dalam menegakkan hukum di bidang mobile banking, maupun internet banking.

NAMA       : LESTARI WAHYUNI
NPM          :  24211088

Postingan 6


Judul               : Tinjauan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Mobile Banking PT BCA di Kantor Cabang Pati
Pengarang       : Suprihono, SH
Sumber            :



TINJAUAN PUSTAKA
G. Akibat Perjanjian

1. Perjanjian yang sah adalah Undang - undang Pasal 1338:
" Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang - undang bagi mereka yang  membuatnya. Persetujuan - persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan - alasan yang oleh undang - undang dinyatakan cukup untuk itu.


2. Asas Kebebasan Berkontrak
" Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian. Asas ini dinamakan juga asas otonomi "konsensualisme" yang menentukan "ada" nya ( raison d'etre, het bestaanwaarde ) perjanjian. Di dalam hukum Inggris; asas ini dikenal juga. Anson berpendapat sebagai berikut:


            Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting didalam Hukum Perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas pancaran hak asasi manusia. Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman reinaissance melalui antara lain ajaran - ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya tercapai dalam periode setelah revolusi Prancis.

         Falsafah negara Pancasila ini menampilkan ajaran bahwa harus ada keselarasan keserasian dan keseimbangan antara penggunaan hak asasi dengan kewajiban asasi. Dengan perkataan lain di dalam kebebasan terkandung "tanggung jawab". Di dalam Hukum Perjanjian Nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan ini tetap perlu dipertahankan yaitu "pengembangan kepribadian" untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. Di dalam perkembanganya, asas kebebasan berkontrak ini semakin sempit dilihat dari beberapa segi yaitu:
- dari segi kepentingan umum
- dari segi perjanjian baku ( standard )
- dari segi perjanjian dengan pemerintah

3. Asas Konsensualisme
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata penyebutnya tegas sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan dalam istilah "semua". Kata - kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi ke semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk
menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

4. Asas Kepercayaan ( Vertrouwensbeginsel )
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk
keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang - undang.

5. Asas Kekuatan Mengikat
Demikianlah seterusnya dapat ditarik kesimpulan bahwa didalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata - mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. Demikianlah sehingga asas - asas moral, kepatutan dan kebiasaan yang mengikat para pihak.

6. Asas Persamaan Hukum
Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuatan, jabatan dan lain - lain. Masing - masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.

7. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan
itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

8. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang - undang bagi para pihak.

9. Asas Moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, di mana suatu perbuatan suka rela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, di mana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan suka rela ( moral ) yang bersangkutan mempunyai kewajiban ( hukum ) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya juga asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor - faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada "kesusilaan ( moral )", sebagai panggilan dari hati nuraninya.

10. Asas Kepatutan
Asas ini tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Menurut hemat saya, asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.


NAMA       : LESTARI WAHYUNI
NPM          :  24211088 

Postingan 5

Judul               : Tinjauan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Mobile Banking PT BCA di Kantor Cabang Pati
Pengarang       : Suprihono, SH
Sumber            :


TINJAUAN PUSTAKA
E. Ketentuan - Ketentuan Umum Yang Mengikat Semua Perjanjian (Bernama Dan Tidak Bernama)
Pasal 1319:
"Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus,maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu,tunduk pada peraturan - peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu". Pasal ini menyatakan bahwa perjanjian apa saja, baik yang diatur dalam KUHPerdata Buku III Bab V sampai dengan Bab XVIII dan yang terdapat di luar Buku III KUHPerdata ini tunduk pada ketentuan - ketentuan umum dari KUH Perdata Buku III Bab I dan Bab II.

F. Syarat - syarat Untuk Sahnya Perjanjian
1.Syarat - syarat Sahnya Perjanjian
Pasal 1320:
"Untuk sahnya persetujuan - persetujuan diperlukan 4 ( empat ) syarat:
1.sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.cakap untuk membuat suatu perikatan;
3.suatu hal tertentu;
4.suatu sebab yang halal".

2.Syarat Subjektif
          Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan syarat objektif, karena mengenai objek dari perjanjian. Dengan diperlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak.

a. Selalu dipertanyakan saat - saat terjadinya perjanjian antara pihak. Mengenai hal ini
ada beberapa ajaran yaitu :

1).Teori kehendak ( wilstheorie ) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
2).Teori pengiriman ( verzendtheorie ) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
3). Teori pengetahuan ( vernemingstheorie ) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
4). Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie ) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

b.Cacat syarat subjektif
Pasal 1321 :
" Tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan".

Pasal 1322 :
" Kekhilafan " tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan selainnya apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. "Kekhilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seseorang bermaksud membuat suatu persetujuan, kecuali jika persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut"..

c. Cakap melakukan perbuatan hukum
Pasal 1329:
" Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan - perikatan jika oleh undang - undang tidak dinyatakan tidak cakap".

Pasal 1330:
" Tidak cakap untuk membuat persetujuan - persetujuan adalah:
1. Orang - orang belum dewasa;
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. Orang - orang perempuan, dalam hal - hal yang ditetapkan oleh undangundang; dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang - undang telah melarang, membuat persetujuan - persetujuan, tertentu".
Kriteria belum dewasa
 KUHPerdata Pasal 1330, menentukan sebagai berikut:

        
            Menurut Pasal 433 KUHPerdata, orang - orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu,bsakit otak atau mata gelap dan boros. Dalam hal ini pembentuk undang - undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak mampu menyadari tanggung jawabnya dan karena itu tidak cakap bertindak untuk mengadakan perjanjian. Apabila seorang yang belum dewasa dan mereka yang diletakkan di bawah pengampuan itu mengadakan perjanjian, maka yang mewakilinya masing - masing adalah orang tua dan pengampuannya.

   



 NAMA     : LESTARI WAHYUNI
NPM        : 24211088

Postingan 4 


Judul               : Tinjauan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Mobile Banking PT BCA di Kantor Cabang Pati
Pengarang       : Suprihono, SH
Sumber            :



TINJAUAN PUSTAKA

PERJANJIAN
A. Definisi Perjanjian
Pasal 1313 KUHPerdata:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.” Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya  berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan  perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

B. Asas-asas
Di dalam Hukum Perjanjian terdapat beberapa asas sebagai berikut:
1. asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi)
2. asas konsesualisme (persesuaian kehendak)
3. asas kepercayaan
4. asas kekuatan mengikat
5. asas persamaan hukum
6. asas keseimbangan
7. asas kepastian hukum
8. asas moral
9. asas kepatutan
10. asas kebiasaan

C. Jenis-jenis perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli.

2. Perjanjian Cuma-Cuma (Pasal 1314 KUHPerdata)
Pasal 1314:
“suatu persetujuan dibuat dengan Cuma-Cuma atau atas beban. Suatu persetujuan dengan Cuma-Cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat baginya dirinya sendiri.
3. Perjanjian Atas Beban
Suatu persetujuan atas beban, adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuatsesuatu.Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

4. Perjanjian Bernama (Benoemd)
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari.

5. Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst)
Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata, tetapi terdapat dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan
6. Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjan di mana pihak-pihak sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli.

7. Perjanjian Kebendaan (Zakelijk)
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer). Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

8. Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUHPerdata).

9. Perjanjian Riil
Di dalam KUHPerdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, misalnya perjanjian penitipan barang (pasal 1694 KUHPerdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUHPerdata). Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil.

10. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwijtschelding) Pasal 1438 KUHPerdata.

11. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomst)
Perjanjian di mana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

12. Perjanjian Untung-untungan
Perjanjian yang obyeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian asuransi Pasal 1774 KUHPerdata.

13. Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta.

14. Perjanjian Campuran (Contractus Sui Generis)
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi pula menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham.


D. Pihak-pihak Dalam Perjanjian (Subjek)
Pihak-pihak dalam perjanjian diatur secara sporadis di dalam KUH Perdata, yaitu Pasal 1315, Pasal1340, Pasal 1317, Pasal 1318. Mengingat bahwa hukum harus dipelajari sebagai 1 (satu) sistem, maka adalah penting untuk mencari kaitan -kaitan diantara pasal - pasal tersebut. Yang dimaksud dengan subjek perjanjian adalah pihak -pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian.KUHPerdata membedakan 3 ( tiga ) golongan yang tersangkut pada perjanjian yaitu:
1.Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri.
2.Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya.
3.Pihak ketiga.



E. Perjanjian Garansi

   
        Menurut ketentuan itu meskipun demikian adalah dibolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu. Istilah "meskipun" memberikan kesan seakan - akan ketentuan itu merupakan pengecualian dari asas pribadi. Sesungguhnya hal ini tidak tepat, karena figur yang diatur oleh Pasal 1316 KUHPerdata itu adalah sebuah jenis perjanjian yang tidak ada hubungannya dengan subjek perjanjian. Perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1316 KUHPerdata ini disebut perjanjian garansi. Dalam hal ini seseorang yang menanggung orang ketiga bukannya mengikat orang yang ditanggungnya tersebut tetapi adalah mengikat dirinya sendiri. Perjanjian ini tidak bersifat asesor tetapi berdiri sendiri.

NAMA     : LESTARI WAHYUNI
NPM        : 24211088


Postingan 3


Judul               : Akibat Hukum Perjanjian Waralaba yang Dilakukan Saat Proses Pendaftaran Merek
Pengarang       : Djarot Pribadi, SH., MH.
Sumber           :
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CC4QFjAA&url=http%3A%2F%2Fejournal.narotama.ac.id%2Ffiles%2F6%2520Djarot%2520Pribadi.pdf&ei=CLeEUb3FD8GLrQeN14EQ&usg=AFQjCNEXK3qKnKA14tWT6DI_IkBoo3W0_Q&sig2=qTj7y-pcDjIi8aa3RanpaQ&bvm=bv.45960087,d.bmk



PEMBAHASAN
2. Perjanjian Hanya Berlaku Bagi Para Pihak yang Membuatnya
            Perjanjian waralaba yang dilakukan pada saat proses pendaftaran merek hanya mengikat para pihak yang membuatnya saja. Hal ini berkaitan dengan tidak dapat dilakukannya pencatatan atau publikasi atas perjanjian waralaba tersebut. Dengan demikian, tidak berlakunya perbuatan hukum yang dikehendaki oleh para pihak terhadap pihak ketiga, sehingga para pihak tidak dapat mendalilkanhubungan di antara para pihak terhadap pihak ketiga. memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.

           Kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi kontrak. Istilah my word is my bonds atau dalam pepatah sering dikatakan jika sapi dipegang talinya, jika manusia dipegang mulutnya. Mengikatnya secara penuh suatu suatu kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut oleh hukum kekuatannya dianggap sama dengan suatu undang-undang. Karena itu, apabila suatu pihak dalam kontrak tidak menuruti isi kontrak yang telah dibuat maka oleh hukum disediakan ganti rugi atau pelaksanaan kontrak secara paksa.


           Dalam hukum perjanjian secara garis besar alasan pembatalan perjanjian dapat digolongkan dalam 2 (dua) golongan besar, yaitu
a. Pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian.
Pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian dapat dilakukan dalam hal tidak dipenuhinya syarat-syarat subjektif dalam suatu perjanjian.

b. Pembatalan perjanjian oleh pihak ketiga di luar perjanjian. Pada dasarnya suatu perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan karenanya tidak membawa akibat apapun bagi pihak ketiga.

3. Pelaksanaan Perjanjian Waralaba Pasca Tidak Dapat Didaftar atau
Ditolak Mereknya


           BW tidak menempatkan perjanjian waralaba sebagai suatu perjanjian bernama secara langsung, seperti halnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, dan sebagainya. Karena itu, ketentuan hukum perjanjian yang berlaku dalam suatu kontrak waralaba adalah ketentuan dalam bagian umum dari pengaturan perjanjian, yaitu sebagaimana dituangkan dalam pasal 1456 BW, yang di dalamnya berlaku ketentuan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, tentang penafsiran perjanjian, tentang hapusnya perjanjian, dan sebagainya.

          
            Sedangkan pokok permasalahan dalam pembahasan ini adalah bagaimana dengan nasib suatu waralaba merek yang sedang dalam proses pendaftaran namun kemudian merek tersebut ditolak atau tidak dapat diterima oleh Direktorat Jenderal HAKI. Kendala utama dalam kelangsungan pelaksanaan waralaba dalam pembahasan ini adalah munculnya pihak ketiga sebagai pemilik merek sah yang merasa keberatan dengan pemakaian mereknya oleh pihak lain tanpa seizinnya. Sedangkan pemakai merek dalam waralaba sendiri merasa tidak melakukan kesengajaan dalam pemakaian merek tersebut.


           Beberapa klausula penting yang harus secara tegas dinyatakan dalam perjanjian waralaba sehubungan dengan kemungkinan buruk bilamana tidak diterima atau ditolak merek yang diajukan tersebut dapat dituangkan sebagai
berikut:
a. Bilamana di kemudian hari merek yang dimohonkan franchisor tersebut ditolak atau tidak diterima pendaftarannya oleh yang berwenang, maka franchisee tetap bersedia dan tidak berkeberatan untuk melanjutkan perjanjian waralaba dengan menggunakan merek baru yang diajukan oleh franchisor yang akhirnya disetujui oleh yang berwenang.

b. Bilamana di kemudian hari ada keberatan-keberatan dari pihak ketiga di luar perjanjian yang dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang sah atas merek yang menjadi objek waralaba, maka dapat diberikan 2 (dua) pilihan, yaitu
1. Para pihak dapat mengakhiri perjanjian waralaba, dengan pengembalian sisa royalty yang telah dibayarkan pihak franchisee kepada franchisor.
2. Franchisee tetap dapat melanjutkan waralaba dengan pemegang hak merek yang sah sehingga beralih juga hak dan kewajiban franchisee kepada franchisor yang baru.

       
NAMA         : LESTARI WAHYUNI
NPM            : 24211088